OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

A.   Pengertian dan Landasan Hukum
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan. Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan.
Menurut UU No 21 tahun 2011 Bab I pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan OJK "adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

B.    Latar Belakang Terbentuknya OJK
Pasca krisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 1997- 1998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Didalam Pasal 34 disebutkan bahwa: Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan sektor perekonomian.
1.       Tahun 1999
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002
2.       Tahun 2004
Tenggat waktu yang diberikan sampai tahun 2002 dalam pembentukan OJK tak juga lahir di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah dan DPR hanya bisa merevisi UU BI. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia telah lahir. Didalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 terdapat bahasan tentang OJK, yaitu: Banyak pendapat yang mengatakan bahwa, amandemen UU BI tersebut merupakan sebuah perselisihan pandangan antara BI dengan Departemen Keuangan (Kementrian Keuangan). Objek dari perselisihan ini berupa perebutan wewenang dalam mengontrol industri perbankan. Hal inilah yang mati-matian dilawan BI dan akhirnya berhasil. Dalam rumusan amandemen yang telah disepakati, pemindahan kekuasaan industri perbankan dari BI ke OJK masih dapat diulur selambat-lambatnya sampai akhir 2010. (1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang (2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010
3.       Tahun 2010
Lagi-lagi amandemen UU itu meleset dari yang diharapkan. Batas waktu kembali terlewati. Sampai tutup buku tahun 2010, UU OJK masih belum juga selesai. RUU OJK yang akan disahkan dalam rapat paripurna pada 17 Desember 2010 malah menemui jalan buntu, karena pemerintah dan DPR tak menemukan kata sepakat terhadap struktur dan tata cara pembentukan Dewan Komisioner OJK.
Tahun ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia, terutama bagi sistem keuangan di Indonesia. Pimpinan DPR, Priyo Budi Santoso, akhirnya mengetuk palu tanda disetujuinya pengesahan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa keuangan (RUU OJK) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR, pada Kamis 27 Oktober 2011. Dalam keputusan tersebut disebutkan supaya panitia seleksi DK OJK harus terbentuk awal 2012.
Pada awal tahun 2012, Presiden telah membentuk Panitia Seleksi dalam pemilihan calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa keuangan yang secara keseluruhan terdiri dari 9 orang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo terpilih menjadi ketua seleksi sekaligus anggota, sedangkan anggota lainnya adalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin nasution, Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany, Wakil Menteri BUMN Mahmuddin Yasin, dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Kemudian Komisaris Bank Mandiri Gunarni Soeworo mewakili lembaga keuangan/perbankan, mantan d. Tahun 2011
4.       Tahun 2012
Direktur BEI Mas Achmad Daniri mewakili pasar modal, Komisaris Wana Arthalife Ariyanti Suliyano mewakili asuransi/lembaga jasa keuangan non bank, dan akademisi Muhammad Chatib Basri. Pada pertengahan tahun 2012, anggota sekaligus Ketua DK OJK terpilih. Seluruhnya berjumlah 9 orang dan dengan melewati proses seleksi yang ketat. Pada bulan ini pula seluruhnya disahkan oleh Paripurna DPR.
Bapepam-LK akan melebur ke OJK dan sebagian besar pekerja dari lembaga ini juga akan berubah status kepegawaiannya. Pada tahun ini jugalah OJK akan mulai dalam penarikan iuran dari industri keuangan non bank.
Setelah masa transisi satu tahun Bapepam-LK melebur ke OJK, diharapkan tahun ini adalah serah terimanya pengawasan perbankan dari tangan bank sentral ke OJK. Sejak lama, pembentukan lembaga Otoritas Jasa Keuangan ini diamanatkan oleh Undang-Undang Bank Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai

C.    Visi dan misi otoritas jasa keuangan
Visi:
Visi OJK adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
Misi:
1. Mewujudkan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.
2.  Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
3.   Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

D.   Fungsi, tujuan dan tugas otoritas jasa keuangan
Fungsi OJK:
1.   Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
2.    Menjaga stabilitas sistem keuangan
3.     Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
4.  Pengawasan bank keluar dari otoritas Bank Indonesia sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru
Tujuan dalam pembentukan OJK
1.  Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
2.   Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.
3.  Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.       Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
2.       Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
3.  Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

E.    Wewenang otoritas jasa keuangan
Terkait khusus pengawasan dan pengaturan lembaga jasa keuangan bank yang meliputi:

  1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank
  2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi dan aktivitas dan bidang jasa
  3. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimim pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank, laporan bank bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank, sistem informasi debitur, pengujian kredit dan standar akuntansi bank.
  4. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatian-kehatian bank meliputi: manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang, dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan dan pemeriksaan bank.
  5. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK
  6. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan
  7. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
  8. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu
  9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan
  10. Menetapkan struktur organisasi dan insfrastruktur, serta mengelola, memelihara dan menata usahakan kekayaan dan kewajiban
  11. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
  12. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  13. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  14. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  15. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  16. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
  17. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  18. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  19. Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.

F.     Asas-Asas OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
1.   Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
3.   Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
4.    Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
5.   Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6.    Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
7.    Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada public.
G.   Lembaga Jasa Keuangan
Industri Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (Khusus) berisi beberapa lembaga atau perusahaan yang dibentuk atau didirikan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat khusus, umumnya berkaitan dengan upaya mendukung program pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat. Lembaga atau perusahaan jasa keuangan tersebut adalah:

  1. Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit Perusahaan Penjaminan Kredit adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha pokoknya melakukan penjaminan kredit. Pembentukan Lembaga atau Perusahaan Penjaminan Kredit dimaksudkan untuk membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam rangka mengakses pendanaan dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya.
  2. Perusahaan Penjaminan Infrastruktur Perusahaan Penjaminan Infrastruktur adalah persero yang didirikan untuk tujuan memberikan penjaminan pada proyek kerja sama pemerintah, badan usaha di bidang infrastruktur dengan cara penyediaan penjaminan infrastruktur.
  3. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) adalah lembaga yang secara khusus dibentuk untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. Pembentukan LPEI ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
  4. Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan adalah lembaga atau perusahaan yang dibentuk dengan tugas menyediakan fasilitas pembiayaan perumahan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh masyarakat. Saat ini, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), atau biasanya disingkat PT SMF (Persero) adalah satu-satunya Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan yang didirikan di Indonesia.
  5. Perusahaan Pegadaian Perusahaan Pegadaian adalah perusahaan yang didirikan dengan maksud untuk membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya golongan menengah ke bawah melalui penyaluran pinjaman kepada usaha skala mikro, kecil, dan menengah atas dasar hukum gadai dan fidusia.
  6. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah lembaga yang didirikan dengan tugas dan fungsi menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun. BPJS dibentuk sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Latest
Previous
Next Post »